Kementan Jelaskan Produksi Beras dan Kesejahteraan Petani

By Admin

Foto/Ilustrasi  

nusakini.com - Menanggapi berita “data produksi beras dinilai terlalu tinggi” pada harian Kompas dan “Kesejahteraan Turun, Data Pertanian Dikritik” pada media Harnas 20/3 , Dr Anna Astrid dari Pusat data Kementerian Pertanian (Kementan) menjelaskan “sejak tahun 2016 Badan Pusat Statistik (BPS), Kementan dan instansi terkait sudah menyusun Roadmap Memperbaiki Metodologi Data Produksi Beras. Sesuai Roadmap ditargetkan diselesaikan paling lambat tahun 2018 dan tahun berikutnya 2019 dilakukan pemantapan”.

Anna mengatakan: “Kementan memberikan dukungan perbaikan data luas tanam dan panen dengan membangun Sistem Monitoring Pertanaman Padi (SIMOTANDI) melalui citra satelit landsat bekerjasama dengan LAPAN. Sistem satelit ini sangat efisien, memiliki resolusi spasial tinggi 30x30m dan temporal 16 hari. Data dihitung komputerisasi mencakup seluruh fase pertanaman, minimalisir personal error dan fairness karena dapat divalidasi para pihak melalui https://sig.pertanian.go.id” 

Data satelit citra landsat pada SIMOTANDI diupdate setiap 16 hari, digunakan sebagai alat kontrol untuk memverifikasi luas tanam dan luas panen padi di setiap blok lahan dan setiap kecamatan” ujar Anna. 

Berdasarkan groundcek lapangan menunjukkan hasil data luas tanam dan luas panen padi sawah hasilnya tidak jauh berbeda dengan dengan data pada SIMOTANDI. 

Lebih lanjut Anna menjelaskan “sejak tahun 2015, Kementan mengembangkan SMS-Center pelaporan data luas tanam padi harian maupun harga pangan tingkat petani, sehingga kondisi pangan di setiap kecamatan dan kabupaten dimonitor setiap hari untuk keperluan intern. 

Seperti diketahui perhitungan produksi padi adalah perkalian antara luas panen dengan produktivitas. Maka BPS bekerjasama dengan BPPT menguji metode ubinan untuk menghitung produktivitas padi melalui metode Kerangka Sampling Area (KSA). Hasil KSA ini dengan perhitungan luas panen akan menghasilkan data produksi padi, ungkap Anna. 

Kaitan produksi dalam hal ini pasokan dengan harga beras, disampaikan bahwa harga tingkat eceran kita terjadi anomali pasar. Sehingga terdapat dua struktur pasar dengan faktor pembentuk harga yang berbeda. 

Pertama, harga gabah di tingkat petani sangat jelas dibantuk hukum supply-demand yaitu di saat panen raya harga jatuh dan sebaliknya. Uji statistik pun menunjukkan hubungan negatif antara harga dan pasokan. Sehingga harga tingkat produsen bisa dikatakan valid dan mencerminkan perdagangan sehat.

Kedua, harga beras di tingkat eceran berdasarkan uji statistik maupun fakta lapang menunjukan tidak sepenuhnya ditentukan pasokan, tetapi harga dibentuk oleh sistem distribusi, logistik, struktur dan perilaku pasar. Pada kondisi ini terlihat terjadi disparitas harga yang tinggi, asimetri informasi dan anomali pasar. Perilaku pasar sangat mempengaruhi harga tingkat eceran. Pasokan meningkat pun direspon harga tetap tinggi, sehingga tidak mencerminkan hukum supply-demand. Ujar Anna. 

Selanjutnya kaitan produksi dengan kesejateraan petani, Anna mengatakan “produksi bukan tujuan akhir dari membangun. Tujuan ingin dicapai adalah mewujudkan kedaulatan pangan dan kesejahteraan petani. Kementan telah membuat Roadmap Pembangunan Pertanian Jangka Menengah dan Panjang. Pembangunan dilakukan bertahap dengan visi pada tahun 2045 Indonesia menjadi lumbung pangan dunia”. 

Nilai Tukar Petani (NTP) bukan satu-satunya indikator kesejahteraan petani. Angka NTP bulan lalu turun itu adalah fenomena bulanan, di saat panen raya, harga gabah turun sehingga berdampak ke NTP, tetapi kami optimis dengan program Serap Gabah Petani (SERGAP) maka bulan depan NTP optimis meningkat, ungkap Anna. 

NTP tahun 2016 mencapai 101,65 meningkat 0,06% dibandingkan NTP 2015. Demikian pula NTUP rata-rata nasional tahun 2016 juga berada di posisi tertinggi dalam 3 tahun terakhir. NTP 2016 mencapai mencapai 109,86 atau naik 2,3% dibandingkan tahun 2015. 

Silakan di cek data BPS menyebutkan upah nominal harian dan upah riil buruh tani nasional Februari 2017 naik dibandingkan Januari 2017. Analisis NTP mestinya dalam kurun waktu enam bulan atau setahun. 

Mengingat sebagian besar petani di perdesaan, maka kesejahteraan petani gunakan indikator kemiskinan maupun gini rasio. Jumlah penduduk miskin di perdesaan semakin berkurang dari 17,67 juta jiwa pada bulan Maret 2016 menjadi 17,28 juta jiwa pada September 2016. Juga semakin menurun dibandingkan 2015. Anna mengatakan bahwa “ini kan menunjukkan prestasi bahwa kesejahteraan petani di pedesaan meningkat”, ungkap Anna 

Demikian pula Gini Rasio di perdesaan juga membaik, menurun dari tahun ke tahun. Gini Rasio di perdesaan ini jauh lebih kecil dibandingkan di perkotaan, pungkas Anna.(p/mk)